LMP News|Pemalang, 15 Januari 2025 – Kegiatan nonton bareng (nobar) film “Buku Harianku” di salah satu bioskop yang diselenggarakan oleh sejumlah Sekolah Dasar Negeri di Kabupaten Pemalang menuai jadi sorotan sejumlah aktivis, tokoh masyarakat dan sejumlah pihak. Pasalnya, meski kegiatan tersebut tanpa ada unsur paksaan, namun iuran untuk beli tiket nobar menjadi beban tersendiri bagi orang tua siswa yang berpenghasilan rendah.
Kegiatan nonton bareng film Buku Harianku, bertujuan untuk mendukung program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) sesuai Peraturan Presiden (Perpres) No. 87 Tahun 2017. Namun di satu sisi ada keluhan para wali murid yang merasa terbebani dengan biaya tiket sebesar Rp 30.000,- per siswa.
“Kalau saya selaku orang tua (walimurid), yang tentu membebani di tengah situasi ekonomi yang sulit,” ucap salah satu tokoh masyarakat yang tak disebutkan namanya.
Isu kegiatan nobar yang di keluhkan orang tua siswa pun menjadi sorotan banyak pihak, salah satunya yakni dari aktivis senior di Kabupaten Pemalang.
Menurut Ripto Anwar, aktivis senior yang juga selaku Ketua DPC Gerakan Anti Korupsi dan Penyelamatan Aset Negara mengatakan, kita pernah diperlihatkan karakter anak bangsa yg bukan sekedar di film, yang sudah merekayasa karakter anak Indonesia.
Seperti contoh yang terjadi di Atambua, ada karakter anak bangsa yg waktu itu masih duduk di bangku SMP, ketika itu sedang mengikuti kegiatan Upacara Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, sang anak tanpa berfikir panjang langsung bergerak memanjat tiang bendera tersebut memperbaiki tali pengerek bendera yg tersangkut. Padahal ketika itu, anak tersebut sedang ada di ruang UKS, tapi begitu mendengar tali pengerek bendera putus, si anak tersebut langsung melepas sepatu dan memanjat tiang bendera, untuk memperbaiki tali.
Dan akhirnya upacara dapat berjalan dgn lancar.
Kemudian ada lagi di Maros Sulawesi Selatan, anak SD juga melakukan aksi heroik memanjat tiang bendera, karena tali pengerek Bendera terjepit di ujung tiang bendera pada saat upacara hari Pramuka di tingkat Kecamatan, dan dengan sigap YAYAN KURNIAWAN (10) langsung menunjukan jati diri dan karakter sebagai anak bangsa yang membuat kita semua bangga, karena ini realitas yang tertanam di dada Putra Indonesia, bukan sekedar film yang semua pakai skenario.
“Kita anak bangsa menyaksikan aksi heroik dari mereka tanpa harus dgn membayar Rp 30.000,- dan tanpa harus ke tempat gelap dalam gedung bioskop pula,” terang Ripto Anwar, Rabu (15/1/2025).
“Jadi menurut hemat saya, pemahaman terhadap Perpres 87 Tahun 2017 tentang Program Penguatan Pendidikan Karakter dimaknai kurang tepat jika contohnya kok malah tidak ada sisi patriotiknya,” ujarnya.
Sementara, Febri, SH., MH., praktisi hukum yang juga selaku pendiri Lembaga Bantuan Hukum Palu Gada Nasional, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang penguatan pendidikan karakter yang bertujuan menekankan pentingnya pendidikan karakter yang berbasis pada nilai-nilai luhur dan pengembangan karakter siswa, yang dilakukan melalui kegiatan yang mendidik dan positif.
Dikaitkan dengan adanya kegiatan menonton film di bioskop tidak secara eksplisit disebutkan dalam ruang lingkup atau metode implementasi penguatan pendidikan karakter sebagaimana diatur dalam peraturan tersebut.
“Oleh karena itu, jika kegiatan ini tidak memiliki justifikasi pedagogis yang jelas dan relevansi langsung dengan pengembangan karakter siswa maka pelaksanaannya berpotensi bertentangan dengan prinsip peraturan tersebut,” tutur Febri.
“Jadi perlu adanya kajian yang lebih mendalam lagi dalam pelaksanaan kegiatan tersebut,” tukasnya.
Sementara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pemalang, melalui Kabid Sekolah Dasar (Sokhaeron), saat akan dikonfirmasi oleh tim media LMP News, sedang tidak ada di kantor. Ketika di hubungi melalui pesan singkat, Kabid Sekolah Dasar Dindikbud Kabupaten Pemalang tersebut mengarahkan awak media agar menghubungi pihak penyelenggara. Berikut memberikan nomor telp (pihak penyelenggara).